Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mengakses bidang keagamaan, tidak terkecuali orang-orang penyandang disabilitas. Aksesibilitas dalam beribadah meliputi kebebasan dalam beribadah, memanfaatkan sarana prasarana di tempat ibadah, dan mendapatkan informasi terkait kegiatan peribadatan yang dilakukan.
Sejauh mana para penyandang disabilitas mendapatkan kemudahan dalam mengakses sebuah kajian ceramah, khotbah, atau dakwah—khususnya bagi Tuli adalah adanya juru bahasa isyarat. Bagaimana juru bahasa tersebut dapat mendukung proses peribadatan Tuli?
Penerjemah Bahasa Isyarat
Seperti yang kita ketahui, Tuli memiliki cara berkomunikasi tersendiri menggunakan bahasa isyarat. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki akses lain berupa penerjemah dari bahasa verbal/lisan ke bahasa isyarat.
Penerjemah tersebut dikenal dengan nama Juru Bahasa Isyarat (JBI). JBI memiliki peran yang penting dalam proses transfer informasi antara masyarakat Tuli dan masyarakat umum.
Tidak hanya itu, JBI juga berperan dalam kelancaran komunikasi dua arah antara orang Tuli dengan orang Dengar. Dengan kata lain, JBI memegang peranan penting dalam aksesibilitas informasi bagi kedua pihak tersebut.
Aksesibilitas Kegiatan Keagamaan
Proses penerjemahan bahasa dari bahasa verbal ke bahasa isyarat juga diperlukan dalam kegiatan keagamaan. JBI sangat diperlukan oleh masyakarat Tuli untuk membantu mereka ‘mendengarkan’ berbagai kajian dakwah, khotbah, atau ceramah.
Hanya saja, kegiatan dalam bidang peribadatan tersebut belum memberikan aksesibilitas maksimal kepada Tuli. Fasilitas berupa JBI permanen belum sepenuhnya diterapkan.
Hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh sedikitnya profesi JBI. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh informasi dan pengetahuan akan kebutuhan penyandang disabilitas yang masih kurang. Terutama, pengetahuan mengenai kebutuhan Tuli.
Identifikasi Kondisi Tuli
Pemenuhan fasilitas JBI yang masih kurang tidak hanya dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan mengenai kebutuhan Tuli. Namun, identifikasi kondisi Tuli juga sulit dilakukan secara kasat mata sehingga sulit juga untuk memetakan kebutuhan Tuli secara khusus.
Walau begitu, hambatan Tuli dapat diidentifikasi ketika berinteraksi secara langsung melalui komunikasi lisan.
Peran Vital JBI
Bagi masyarakat Tuli, peran JBI bisa dibilang cukup vital. Apalagi, di saat komunikasi atau penyampaian informasi dalam kegiatan dengan basis keagamaan. Hal tersebut dikarenakan JBI merupakan pihak yang menyampaikan informasi pada Tuli dari penyampai khotbah, dakwah, atau ceramah.
Mengingat JBI juga merupakan sebuah pekerjaan yang profesional, maka ada baiknya jika JBI dapat diakses oleh Tuli yang membutuhkan penerjemahan informasi dari bahasa verbal ke bahasa isyarat.
Dengan kata lain, JBI bukan hanya sebuah kegiatan “sukarela” atau “kemanusiaan”. Melainkan, sebuah profesi yang pelayanannya dapat diberikan pada masing-masing tempat ibadah yang di mana di sana terdapat masyarakat Tuli yang membutuhkan.
Ketersediaan JBI yang memadai akan sangat membantu Tuli dalam memahami substansi ceramah, khotbah, atau dakwah yang sedang berlangsung dalam masing-masing tempat ibadah.
Mengingat JBI merupakan penyambung lidah antara pemuka agama dan Tuli, maka ada baiknya aksesibilitas JBI di setiap tempat ibadah terus ditingkatkan. Selain dapat melancarkan proses komunikasi, aksesibilitas JBI juga dapat menekan tingkat diskriminasi dan mendukung kesetaraan antara Tuli dan Dengar.
Dari berbagai penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas juru bahasa isyarat sangat penting untuk diperhatikan demi kelancaran berkomunikasi bagi Tuli, terutama dalam kegiatan peribadatan.
Adapun bagi yang ingin belajar atau ingin lancar bahasa isyarat, Anda bisa mengunduh aplikasi Parakerja.co.id. Aplikasi tersebut menyediakan modul pembelajaran bagi para disabilitas dan nondisabilitas untuk memahami bahasa isyarat. Yuk, instal sekarang juga!