Pendidikan Bagi Disabilitas Selama Pandemi COVID-19

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang diberlakukan pemerintah Indonesia akibat pandemi COVID-19 memunculkan tantangan dan masalah baru dalam kegiatan belajar-mengajar. Pembelajaran dengan metode daring merupakan alternatif yang banyak dipilih oleh negara-negara, termasuk Indonesia, dalam menghadapi peningkatan kasus COVID-19, yakni dengan mengubah kelas tradisional menjadi kelas virtual berbasis internet.

Perubahan besar pada kegiatan belajar-mengajar (KBM) ini menyebabkan kesulitan bagi kebanyakan siswa. Namun, perubahan menjadi lebih berat untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Tantangan yang dihadapi ABK selama pembelajaran daring memang beragam, mulai dari persiapan guru dan sekolah sampai kondisi siswa yang terbatas.

Kurangnya persiapan keterampilan dan sistem yang memadai, membuat pendidikan Indonesia kembali ke posisi awal, yaitu berusaha menciptakan pendidikan inklusif, terutama bagi ABK. Hal ini terus terjadi, bahkan setelah setahun COVID-19 menerpa Indonesia. Peralihan metode yang tiba-tiba menjadi kelas virtual membuat sekolah tidak siap menyusun kurikulum yang sesuai dengan konteks daring. Alhasil, guru kesulitan mencapai capaian pembelajaran akibat metode yang berubah total. Keterampilan guru terhadap teknologi yang mendukung KBM juga perlu ditingkatkan, mengingat penggunaan teknologi menjadi kritikal dan guru perlu memaksimalkan potensi teknologi sebagai cara kreatif selama proses belajar daring. Hal ini diharapkan dapat mengatasi perasaan bosan dan malas yang muncul pada siswa pembelajaran daring.

Sedangkan dari sisi siswa, terutama bagi keluarga dengan finasial rendah, pembelajaran daring berpotensi menjadi salah satu alasan anak putus sekolah. Jangankan memberi kuota atau gawai untuk memfasilitasi proses belajar anaknya, pandemi telah menyebabkan banyak keluarga kehilangan mata pencahariannya sehingga krisis ekonomi di berbagai belahan daerah. Pembelajaran daring yang digaungkan sebagai proses belajar yang mudah diakses, nyatanya membuat pembelajaran lebih sulit diakses akibat kurangnya fasilitas di tiap keluarga.

Hak tiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan padahal telah diatur dalam undang-undang negara. Sistem wajib belajar 12 tahun juga sudah dari dulu digalangkan bagi masyarakat. Tapi sampai saat ini, banyak siswa SLB di Indonesia harus putus sekolah akibat kendalah ekonomi yang menyebabkan mereka tidak dapat mengakses pembelajaran daring.

Perubahan yang tiba-tiba ini menyebabkan guru dan siswa harus langsung beradaptasi terhadap teknologi secara cepat. Bahkan, guru-guru ini harus turus tangan membantu finasial keluarga siswanya dalam mengakases internet guna mengikuti kelas daring.

Selain itu, salah satu kunci dalam proses belajar ABK adalah rutinitas yang terstruktur. Kini, hal itu hilang sehingga pentingnya peran orang tua dalam membangun kebiasaan belajar baru bagi anak. Hal ini membuat tanggung jawab baru bagi orang tua, selain sebagai pencari nafkah dan mengurus rumah. Multiperan yang diemban orang tua, tak hanya sebagai guru dan orang tua, tetapi juga pegawai yang harus bekerja dari rumah, menyebabkan kendala dalam proses belajar daring. Orang tua dengan ABK juga melaporkan kesulitan dalam mencari strategi belajar yang tepat selama PJJ dilakukan.

Dengan semua keterbatasan yang ada, banyak guru dan orang tua yang mengharapkan sekolah dapat kembali “normal”. Namun, “normal” bukanlah solusi yang tepat jika sekolah belum dapat mendukung proses belajar anak. Yang dibutuhkan nyatanya adalah sarana dan pra-sarana yang memadai bagi sekolah dalam melaksanakan pembelajaran, baik secara langsung ataupun daring.

Padahal, pembelajaran daring yang dicirikan sebagai metode yang lebih fleksibel dan mudah disesuaikan dapat menjadi peluang dalam mewadahi siswa dengan disabilitas untuk menyusun pembelajaran berdasarkan kekuatan dan kebutuhannya. Tentu, pembelajaran daring menyebabkan interaksi sosial tidak dapat berjalan secara langsung, tetapi mungkin itu dapat menjadi salah satu hal yang dibutuhkan oleh beberapa siswa. Misalnya, siswa dengan ADHD dan autisme, gangguan yang biasanya ada pada kelas tradisional akan berkurang, jauh lebih banyak, saat pembelajaran daring.

Beberapa negara di Amerika sendiri telah menciptakan strategi yang mengkolaborasikan guru dan orang tua dalam mendukung anak dengan disabilitas. Implementasi ini disebut sebagai IEPs atau individualized educational plans. Sehingga daripada menyalahkan kondisi yang tidak dapat diprediksi, kita dapat mencari solusi dalam mendukung proses pembelajaran daring selama pandemi.

Mungkin pandemi COVID-19 tak selamanya membawa dampak buruk bagi kita. Pandemi COVID-19 telah menyebabkan masyarakat dunia untuk dapat beradaptasi dan memanfaatkan teknologi pada batas yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Akibat pandemi, kita dipaksa untuk dapat beraktivitas secara fleksibel menggunakan teknologi yang terus berkembang sehingga kegiatan kaku, seperti sekolah dan bekerja, kini dapat dilakukan sesuai dengan preferensi tiap individu.

Oleh karena itu, kegiatan belajar-mengajar setelah pandemi COVID-19 diharapkan dapat mengabungkan kemajuan teknologi dalam kegiatan kelas tradisional untuk memaksimalkan peluang terbaik bagi siswa dalam mencapai keberhasilan belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan teknologi dan fleksibilitas tugas. Namun, hal ini hanya dapat tercapai jika sarana dan prasarana siswa dan sekolah telah tersedia dengan layak.

Atas semua keterbatasan dan kendala yang ada, sekolah, guru, dan orang tua akhirnya diminta untuk kreatif dalam memfasilitasi siswa selama PJJ.

Salah satu manfaat PJJ adalah pembelajaran yang dapat dilakukan dimana saja mengenai apa saja. Seperti kelas bahasa isyarat (BISINDO) yang dilakukan oleh Parakerja. Kelas BISINDO Level 1 kini telah memasuki batch ke-16. Selain mendapatkan ilmu baru, kamu juga bisa berkenalan dengan teman Tuli dan relasi dari seluruh Indonesia. Ayo, segera daftar kelas BISINDO Parakerja!